Wednesday, May 21, 2008

BOLEHKAH LAKI-LAKI MEMANDANG PEREMPUAN DAN SEBALIKNYA? bag II

Syaukani, dalam kitabnya Nailul Athar menanggapi
hadits-hadits yang mengatakan paha sebagai aurat, bahwa
hadits-hadits itu hanya menceritakan keadaan (peristiwa),
tidak bersifat umum.

Adapun al-muhaqqiq Ibnul Qayyim mengatakan dalam Tahdzibut
Tahdzib Sunan Abi Daud sebagai berikut:

"Jalan mengompromikan hadits-hadits tersebut ialah apa yang
dikemukakan oleh murid-murid Imam Ahmad dan lainnya bahwa
aurat itu ada dua macam, yaitu mukhaffafah (ringan/keci])
dan mughallazhah (berat/besar). Aurat mughallazhah ialah
qubul dan dubur, sedangkan aurat mukhaffafah ialah paha, dan
tidak ada pertentangan antara perintah menundukkan pandangan
dari melihat paha karena paha itu juga aurat, dan membukanya
karena paha itu aurat mukhaffafah. Wallau a'lam."

Dalam hal ini terdapat rukhshah (keringanan) bagi para
olahragawan dan sebagainya yang biasa mengenakan celana
pendek, termasuk bagi penontonnya, begitu juga bagi para
pandu (pramuka) dan pecinta alam. Meskipun demikian, kaum
muslim berkewajiban menunjukkan kepada peraturan
internasional tentang ciri khas kostum umat Islam dan apa
yang dituntut oleh nilai-nilai agama semampu mungkin.

Perlu diingat bahwa aurat laki-laki itu haram dilihat, baik
oleh perempuan maupun sesama laki-laki. Ini merupakan
masalah yang sangat jelas.

Adapun terhadap bagian tubuh yang tidak termasuk aurat
laki-laki, seperti wajah, rambut, lengan, bahu, betis, dan
sebagainya, menurut pendapat yang sahih boleh dilihat,
selama tidak disertai syahwat atau dikhawatirkan terjadinya
fitnah. Ini merupakan pendapat jumhur fuqaha umat, dan ini
diperlihatkan oleh praktik kaum muslim sejak zaman Nabi dan
generasi sesudahnya, juga diperkuat oleh beberapa hadits
sharih (jelas) dan tidak bisa dicela.

Sebagian fuqaha lagi berpendapat tidak bolehnya wanita
memandang laki-laki secara umum, dengan alasan apa yang
dikemukakan oleh saudara penanya dalam pertanyaannya di
atas.

Adapun hadits Fatimah r.a. di atas tidak ada nilainya
dilihat dari sisi ilmu. Saya tidak melihat satu pun kitab
dari kitab-kitab dalil hukum yang memuat hadits tersebut,
dan tidak ada seorang pun ahli fiqih yang menggunakannya
sebagai dalil. Orang-orang yang sangat ketat melarang wanita
melihat laki-laki pun tidak menyebutkan hadits tersebut. Ia
hanya dikemukakan oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin.

Dalam mentakhrij hadits ini Imam al-Ilraqi berkata,
"Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ad-Daruquthni dalam kitab
al-Afrad dari hadits Ali dengan sanad yang dhatif." (Ihya
Ulumuddin, kitab an-Nikah, Bab Adab al-Mu'asyarah. Dan
disebutkan oleh al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaid 2:202 dan
beliau berkata, "Diriwayatkan oleh al-Bazzar, dan dalam
sanadnya terdapat orang yang tidak saya kenal."

Adapun hadits yang satu lagi (hadits Ummu Salamah, seperti
disebutkan penanya; ed.) kami temukan penolakannya
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam meringkas
pendapat mengenai masalah tersebut. Beliau mengatakan dalam
kitab al-Mughni yang ringkasannya sebagai berikut:

"Adapun masalah wanita melihat laki-laki, maka dalam hal ini
terdapat dua riwayat. Pertama, ia boleh melihat laki-laki
asal tidak pada auratnya. Kedua, ia tidak boleh melihat
laki-laki melainkan hanya bagian tubuh yang laki-laki boleh
melihatnya. Pendapat ini yang dipilih oleh Abu Bakar dan
merupakan salah satu pendapat di antara dua pendapat Imam
Syafi'i.

Hal ini didasarkan pada riwayat az-Zuhri dari Ummu Salamah,
yang berkata:

"Aku pernah duduk di sebelah Nabi saw., tiba-tiba Ibnu Ummi
Maktum meminta izin masuk. Kemudian Nabi saw. bersabda,
'Berhijablah kamu daripadanya. 'Aku berkata, Wahai
Rasulullah, dia itu tuna netra.' Beliau menjawab dengan nada
bertanya, 'Apakah kamu berdua (Ummu Salamah dan Maimunah;
penj.) juga buta dan tidak melihatnya?" ( HR Abu Daud. dan
lain-lain)

Larangan bagi wanita untuk melihat aurat laki-laki
didasarkan pada hipotesis bahwa Allah menyuruh wanita
menundukkan pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki
berbuat begitu. Juga didasarkan pada hipotesis bahwa wanita
itu adalah salah satu dari dua jenis anak Adam (manusia),
sehingga mereka haram melihat (aurat) lawan jenisnya.
Haramnya bagi wanita ini dikiaskan pada laki-laki (yang
diharamkan melihat kepada lawan jenisnya).


Alasan utama diharamkannya melihat itu karena dikhawatirkan
teriadinya fitnah. Bahkan, kekhawatiran ini pada wanita
lebih besar lagi, sebab wanita itu lebih besar syahwatnya
dan lebih sedikit (pertimbangan) akalnya.

Nabi saw. bersabda kepada Fatimah binti Qais:

"Beriddahlah enkau di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena dia
seorang tuna netra, engkau dapat melepas pakaianmu sedangkan
dia tidak melihatmu."3 (Muttafaq alaih)

Aisyah berkata:

"Adalah Rasulullah saw. melindungiku dengan selendangnya
ketika aku melihat orang-orang Habsyi sedang bernain-main
(tontonan olah raga) dalam masjid." (Muttafaq alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, pada waktu Rasulullah saw.
selesai berkhutbah shalat Id, beliau menuju kepada kaum
wanita dengan disertai Bilal untuk memberi peringatan kepada
mereka, lalu beliau menyuruh mereka bersedekah.

Seandainya wanita dilarang melihat laki-laki, niscaya
laki-laki juga diwajibkan berhijab sebagaimana wanita
diwajibkan berhijab,4 supaya mereka tidak dapat melihat
laki-laki.

Adapun mengenai hadits Nabhan (hadits kedua yang ditanyakan
si penanya; ed.), Imam Ahmad berkata, "Nabhan meriwayatkan
dua buah hadits aneh (janggal), yakni hadits ini dan hadits,
"Apabila salah seorang di antara kamu mempunyai mukatab
(budak yang mengadakan perjanjian dengan tuannya untuk
menebus dirinya), maka hendaklah ia berhijab daripadanya."
Dari pernyataan ini seakan-akan Imam Ahmad mengisyaratkan
kelemahan hadits Nabhan tersebut, karena dia tidak
meriwayatkan selain dua buah hadits yang bertentangan dengan
ushul ini.

Ibnu Abdil Barr berkata, "Nabhan itu majhul, ia tidak
dikenal melainkan melalui riwayat az-Zuhri terhadap hadits
ini; sedangkan hadits Fatimah itu sahih, maka berhujjah
dengannya adalah suatu keharusan."

Kemudian Ibnu Abdil Barr memberikan kemungkinan bahwa hadits
Nabhan itu khusus untuk istri-istri Nabi saw.

Demikianlah yang dikatakan Imam Ahmad dan Abu Daud.

Al-Atsram berkata, "Aku bertanya kepada Abi Abdillah,
'Hadits Nabhan ini tampaknya khusus untuk istri-istri Nabi,
sedangkan hadits Fatimah untuk semua manusia? Beliau
menjawab, 'Benar.'5

Kalaupun hadits-hadits ini dianggap bertentangan, maka
mendahulukan hadits yang sahih itu lebih utama daripada
mengambil hadits mufrad (diriwayatkan oleh perseorangan)
yang dalam isnadnya terdapat pembicaraan." (Ibnu Qudamah,
al-Mughni 6:563-564).

Jadi, memandang itu hukumnya boleh dengan syarat jika tidak
dibarengi dengan upaya "menikmati" dan bersyahwat. Jika
dengan menikmati dan bersyahwat, maka hukumnya haram. Karena
itu, Allah menyuruh kaum mukminah menundukkan sebagian
pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki menundukkan
sebagian pandangannya. Firman Allah:

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka
menahan pendangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah
kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya.'" (an-Nur: 30-31 )

Memang benar bahwa wanita dapat membangkitkan syahwat
laki-laki lebih banyak daripada laki-laki membangkitkan
syahwat wanita, dan memang benar bahwa wanita lebih banyak
menarik laki-laki, serta wanitalah yang biasanya dicari
laki-laki. Namun, semua ini tidak menutup kemungkinan bahwa
di antara laki-laki ada yang menarik pandangan dan hati
wanita karena kegagahan, ketampanan, keperkasaan, dan
kelelakiannya, atau karena faktor-faktor lain yang menarik
pandangan dan hati perempuan.

Al-Qur'an telah menceritakan kepada kita kisah istri
pembesar Mesir dengan pemuda pembantunya, Yusuf, yang telah
menjadikannya dimabuk cinta. Lihatlah, bagaimana wanita itu
mengejar-ngejar Yusuf, dan bukan sebaliknya, serta bagaimana
dia menggoda Yusuf untuk menundukkannya seraya berkata,
"Marilah ke sini." Yusuf berkata, "Aku berlindung kepada
Allah." (An-Nur: 23)

Al-Qur'an juga menceritakan kepada kita sikap wanita-wanita
kota ketika pertama kali mereka melihat ketampanan dan
keelokan serta keperkasaan Yusuf:

"Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan
mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya
bagi mereka tempat duduk dan diberikannya kepada
masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan),
kemudian dia berkata (kepada Yusut), 'Keluarlah
(tampakkanlah dirimu) kepada mereka.' Maka tatkala
wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan
rupa)-nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata,
'Maha sempuma Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini
hanyalah malaikat yang mulia.' Wanita itu berkata, 'Itulah
orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan
sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan
dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya
jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya,
niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan
orang-orang yang hina." (Yusuf: 31-32)

Apabila seorang wanita melihat laki-laki lantas timbul
hasrat kewanitaannya, hendaklah ia menundukkan pandangannya.
Janganlah ia terus memandangnya, demi menjauhi timbulnya
fitnah, dan bahaya itu akan bertambah besar lagi bila si
laki-laki juga memandangnya dengan rasa cinta dan syahwat.
Pandangan seperti inilah yang dinamakan dengan "pengantar
zina" dan yang disifati sebagai "panah iblis yang beracun,"
dan ini pula yang dikatakan oleh penyair:

"Semua peristiwa (perzinaan) itu bermula dari memandang. Dan
api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil."

Akhirnya, untuk mendapat keselamatan, lebih baik kita
menjauhi tempat-tempat dan hal-hal yang mendatangkan
keburukan dan bahaya. Kita memohon kepada Allah keselamatan
dalam urusan agama dan dunia. Amin.

Catatan kaki:

1 Takhrijnya akan dibicarakan nanti.
2 Perlu diperhatikan bahwa Imam Bukhari men-ta'liq-kan
(menyebutkan hadits secara langsung tanpa menyebutkan
nama orang yang menyampaikan kepadanya) dengan menggunakan
bentuk kata ruwiya (diriwayatkan), yang menunjukkan bahwa
riwayat itu dha'if menurut beliau, sebagaimana dijelaskan
dalam biografi beliau.
3 Dalam riwayat Muslim dikatakan, "Karena aku (Nabi saw.)
tidak suka kerudungmu jatuh dari tubuhmu arau tersingkap
betismu, lantas ada sebagian tubuhmu yang dilihat orang
lain, yang engkau tidak menyukainya."
Ini dimaksudkan bahwa Rasulullah saw. bersikap lemah
lembut kepadanya dan hendak memberinya kemudahan sehingga
dia sepanjang hari tidak menutup seluruh tubuhnya terus
menerus kalau ia bertempat tinggal di rumah ummu Syuraik
yang banyak tamunya. Sedangkan Ibnu ummi Maktum yang tuna
netra itu tidak mungkin dapat melihatnya, sehingga dengan
demikian dia mendapatkan sedikit keringanan.
4 Kalau yang dimaksud dengan "hijab" di sini ialah memakai
cadar dan menutup wajah, maka hal ini perlu dikaji, dan kami
telah memberikan penolakan secara rinci dalam fatwa kami
tentang "Apakah Cadar itu Wajib?"
5 Setelah meriwayatkan hadits ini Abu Daud berkata, "Ini
adalah untuk istri-istri Nabi saw, secara khusus, apakah
tidak Anda perhatikan ber'iddahnya Fatimah binti Qais di
sisi Ibnu Ummi Maktum?." Lihat Sunnan Abi Daud, hadits nomor
4115.

Dr. Yusuf Qardhawi


Readmore »»

Bolehkah Lelaki Memandang Perempuan dan Sebaliknya ? bag I

Allah menciptakan seluruh makhluk hidup berpasang-pasangan,
bahkan menciptakan alam semesta ini pun berpasang-pasangan,
sebagaimana firman-Nya:

"Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasang-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui"
(Yasin: 36)

"Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat akan kebesaran Allah." (ad-Dzaariyat: 49)

Berdasarkan sunnah kauniyah (ketetapan Allah) yang umum ini,
manusia diciptakan berpasang-pasangan, terdiri dari jenis
laki-laki dan perempuan, sehingga kehidupan manusia dapat
berlangsung dan berkembang. Begitu pula dijadikan daya tarik
antara satu jenis dengan jenis lain, sebagai fitrah Allah
untuk manusia.

Setelah menciptakan Adam, Allah menciptakan (dari dan untuk
Adam) seorang istri supaya ia merasa tenang hidup dengannya,
begitu pula si istri merasa tenang hidup bersamanya. Sebab,
secara hukum fitrah, tidak mungkin ia (Adam) dapat merasa
bahagia jika hanya seorang diri, walaupun dalam surga ia
dapat makan minum secara leluasa.

Seperti telah saya singgung di muka bahwa taklif ilahi
(tugas dari Allah) yang pertama adalah ditujukan kepada
kedua orang ini sekaligus secara bersama-sama, yakni Adam
dan istrinya:

"... Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim."
(al-Baqarah: 35)

Maka hiduplah mereka didalam surga bersama-sama, kemudian
memakan buah terlarang bersama-sama, bertobat kepada Allah
bersama-sama, turun ke bumi bersama-sama, dan mendapatkan
taklif-taklif ilahi pun bersama-sama:

"Allah beffirman, Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang
lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat
dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)

Setelah itu, berlangsunglah kehidupan ini. Laki-laki selalu
membutuhkan perempuan, tidak dapat tidak; dan perempuan
selalu membutuhkan laki-laki, tidak dapat tidak. "Sebagian
kamu adalah dari sebagian yang lain." Dari sini tugas-tugas
keagamaan dan keduniaan selalu mereka pikul bersama-sama.

Karena itu, tidaklah dapat dibayangkan seorang laki-laki
akan hidup sendirian, jauh dari perempuan, tidak melihat
perempuan dan perempuan tidak melihatnya, kecuali jika sudah
keluar dari keseimbangan fitrah dan menjauhi kehidupan,
sebagaimana cara hidup kependetaan yang dibikin-bikin kaum
Nasrani. Mereka adakan ikatan yang sangat ketat terhadap
diri mereka dalam kependetaan ini yang tidak diakui oleh
fitrah yang sehat dan syariat yang lulus, sehingga mereka
lari dari perempuan, meskipun mahramnya sendiri, ibunya
sendiri, atau saudaranya sendiri. Mereka mengharamkan atas
diri mereka melakukan perkawinan, dan mereka menganggap
bahwa kehidupan yang ideal bagi orang beriman ialah
laki-laki yang tidak berhubungan dengan perempuan dan
perempuan yang tidak berhubungan dengan laki-laki, dalam
bentuk apa pun.

Tidak dapat dibayangkan bagaimana wanita akan hidup
sendirian dengan menjauhi laki-laki. Bukankah kehidupan itu
dapat tegak dengan adanya tolong-menolong dan bantu-membantu
antara kedua jenis manusia ini dalam urusan-urusan dunia dan
akhirat?

"Dan orang-orangyang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang
lain..." (at-Taubah: 71)

Telah saya kemukakan pula pada bagian lain dari buku ini
bahwa Al-Qur'an telah menetapkan wanita - yang melakukan
perbuatan keji secara terang-terangan - untuk "ditahan" di
rumah dengan tidak boleh keluar dari rumah, sebagai hukuman
bagi mereka - sehingga ada empat orang laki-laki muslim yang
dapat memberikan kesaksian kepadanya. Hukuman ini terjadi
sebelum ditetapkannya peraturan (tasyri') dan diwajibkannya
hukuman (had) tertentu. Allah berfirman:


"Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan yang lain kepadanya." (an-Nisa': 15)

Hakikat lain yang wajib diingat di sini - berkenaan dengan
kebutuhan timbal balik antara laki-laki dengan perempuan -
bahwa Allah SWT telah menanamkan dalam fitrah masing-masing
dari kedua jenis manusia ini rasa ketertarikan terhadap
lawan jenisnya dan kecenderungan syahwati yang instinktif.
Dengan adanya fitrah ketertarikan ini, terjadilah pertemuan
(perkawinan), dan reproduksi, sehingga terpeliharalah
kelangsungan hidup manusia dan planet bumi ini.

Kita tidak boleh melupakan hakikat ini, ketika kita
membicarakan hubungan laki-laki dengan perempuan atau
perempuan dengan laki-laki. Kita tidak dapat menerima
pernyataan sebagian orang yang mengatakan bahwa dirinya
lebih tangguh sehingga tidak mungkin terpengaruh oleh
syahwat atau dapat dipermainkan oleh setan.

Dalam kaitan ini, baiklah kita bahas secara satu persatu
antara hukum memandang laki-laki terhadap perempuan dan
perempuan terhadap laki-laki.

LAKI-LAKI MEMANDANG PEREMPUAN

Bagian pertama dari pernyataan ini sudah kami bicarakan
dalam Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid I tentang wajib tidaknya
memakai cadar, dan kami menguatkan pendapat jumhur ulama
yang menafsirkan firman Allah:

"... Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali
yang (biasa) tampak daripadanya... " (an-Nur: 31 )

Menurut jumhur ulama, perhiasan yang biasa tampak itu ialah
"wajah dan telapak tangan." Dengan demikian, wanita boleh
menampakkan wajahnya dan kedua telapak tangannya, bahkan
(menurut pendapat Abu Hanifah dan al-Muzni) kedua kakinya.

Apabila wanita boleh menampakkan bagian tubuhnya ini (muka
dan tangan/kakinya), maka bolehkah laki-laki melihat
kepadanya ataukah tidak?

Pandangan pertama (secara tiba-tiba) adalah tidak dapat
dihindari sehingga dapat dihukumi sebagai darurat. Adapun
pandangan berikutnya (kedua) diperselisihkan hukumnya oleh
para ulama.

Yang dilarang dengan tidak ada keraguan lagi ialah melihat
dengan menikmati (taladzdzudz) dan bersyahwat, karena ini
merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu, ada
ungkapan, "memandang merupakan pengantar perzinaan." Dan
bagus sekali apa yang dikatakan oleh Syauki ihwal memandang
yang dilarang ini, yakni:

"Memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan
salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnya
bertemu."

Adapun melihat perhiasan (bagian tubuh) yang tidak biasa
tampak, seperti rambut, leher, punggung, betis, lengan
(bahu), dan sebagainya, adalah tidak diperbolehkan bagi
selain mahram, menurut ijma. Ada dua kaidah yang menjadi
acuan masalah ini beserta masalah-masalah yang berhubungan
dengannya.

Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan
ketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan,
seperti kebutuhan berobat, melahirkan, dan sebagainya,
pembuktikan tindak pidana, dan lain-lainnya yang diperlukan
dan menjadi keharusan, baik untuk perseorangan maupun
masyarakat.

Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarang
apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran
itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dan hal ini apabila
terdapat petunjukpetunjuk yang jelas, tidak sekadar perasaan
dan khayalan sebagian orang-orang yang takut dan ragu-ragu
terhadap setiap orang dan setiap persoalan.

Karena itu, Nabi saw. pernah memalingkan muka anak pamannya
yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita
Khats'amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl
berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat
disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw.,
"Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?" Beliau saw.
menjawab, "Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi,
maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap
mereka."

Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hati
nurani si muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa,
baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya,
fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalam
kondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat
(kesamaran), dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran yang
menyimpang.

WANITA MEMANDANG LAKI-LAKI

Diantara hal yang telah disepakati ialah bahwa melihat
kepada aurat itu hukumnya haram, baik dengan syahwat maupun
tidak, kecuali jika hal itu terjadi secara tiba-tiba, tanpa
sengaja, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sahih dari
Jarir bin Abdullah, ia berkata:

"Saya bertanya kepada Nabi saw. Tentang memandang (aurat
orang lain) secara tiba-tiba (tidak disengaja). Lalu beliau
bersabda, 'Palingkanlah pandanganmu.'" (HR Muslim)

Lantas, apakah aurat laki-laki itu? Bagian mana saja yang
disebut aurat laki-laki?

Kemaluan adalah aurat mughalladhah (besar/berat) yang telah
disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain
dan haram pula melihatnya, kecuali dalam kondisi darurat
seperti berobat dan sebagainya. Bahkan kalau aurat ini
ditutup dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkan
bentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara'.

Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk
aurat, dan aurat laki-laki ialah antara pusar dengan lutut.
Mereka mengemukakan beberapa dalil dengan hadits-hadits yang
tidak lepas dari cacat. Sebagian mereka menghasankannya dan
sebagian lagi mengesahkannya karena banyak jalannya,
walaupun masing-masing hadits itu tidak dapat dijadikan
hujjah untuk menetapkan suatu hukum syara'.

Sebagian fuqaha lagi berpendapat bahwa paha laki-laki itu
bukan aurat, dengan berdalilkan hadits Anas bahwa Rasulullah
saw. pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan.
Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm.

Menurut mazhab Maliki sebagaimana termaktub dalam
kitab-kitab mereka bahwa aurat mughalladhah laki-laki ialah
qubul (kemaluan) dan dubur saja, dan aurat ini bila dibuka
dengan sengaja membatalkan shalat.

Para fuqaha hadits berusaha mengompromikan antara
hadits-hadits yang bertentangan itu sedapat mungkin atau
mentarjih (menguatkan salah satunya). Imam Bukhari
mengatakan dalam kitab sahihnya "Bab tentang Paha,"
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jurhud, dan Muhammad bin-Jahsy
dari Nabi saw. bahwa paha itu aurat, dan Anas berkata, "Nabi
saw. pernah membuka pahanya." Hadits Anas ini lebih kuat
sanadnya, sedangkan hadits Jurhud lebih berhati-hati.2

Readmore »»

Hakekat Jilbab

A'udzubillaahiminasysyaithaanirrajiim.
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim.
Assalamu 'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.

Asyhadu anla ilaaha Ilallah, wahdahulaa syariikalah, wa ashadu anna Muhammadan ‘abduhu warasuluh, laa nabiya ba'dah. Alhamdulillaahirobbil 'alamiin, washolatu wa salamu 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa aalihi wa shohbihi wasallam.

Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanallaahu wata'ala, yang mana kita telah diberi nikmat. Antara lain nikmat: Islam, Iman, Ihsan, nikmat sehat wal afiat, nikmat panjang umur dan dengan izin-Nya pula kita bisa berkumpul disini. Kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan, mohon ampunan serta berkah dan inayah-Nya, kepada-Nya pula kita memohon perlindungan agar kita dijaga dari keburukan jiwa dan perbuatan. Orang yang memperoleh hidayah Allah tidak akan tersesat dan orang yang disesatkan Allah tidak ada orang yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Shalawat, salam, Rahmat dan keselamatan semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat-sahabatnya, para pengikut-pengikutnya yang setia muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat. Yang mana beliau telah menyelamatkan, telah memberi penerangan, telah memberi petunjuk kejalan yang benar, menuju selamat didunia sampai di akhirat nanti, insya Allah, amien ya Rabbal 'alamiin.

Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudaraku dan Adik-adiku yang dimuliakan Allah Subhanahu Wa Ta'aala.

Detik kedetik, menit kemenit, jam kejam, hari kehari, bulan kebulan lama-lama menjadi tahun, tidak terasa umur kita sudah berapa sekarang? Kata Imam Al Gozali : " Apakah yang paling dekat dengan kita" yang paling dekat dengan kita adalah maut. Mau kemana nantinya, sudah pasti menuju kealam kubur dan akhirnya surga atau neraka tempat yang abadi buat kita.

Disini saya mengingatkan, keluarga saya dan anak-anak saya khususnya dan bagi pembaca umumnya (kaum hawa) untuk mengetahui apa "HAKEKAT MEMAKAI JILBAB", dibawah ini penulis sampaikan kisah nyata yang terjadi pada adik perempuan sahabat saya dari Madiun, yang bekerja di salah satu perusahaan asing, adik perempuannya meninggal dalam usia remaja (alias ABG).

"HAKEKAT MEMAKAI JILBAB"

Kisah ini saya dapat dari sahabatku yang bekerja di salah satu perusahaan asing, di Kaltim: Disini saya kutibkan kisah nyata seorang gadis yang menginjak remaja atau kerennya jaman sekarang (ABG) yang sebelumnya tidak karuan tingkah lakunya, namun setelah sadar akan kekeliruannya dan sudah mengerti "HIGMAH MEMAKAI JILBAB" Allah memanggilnya.

Kisah nyata ini dari kawan saya bekerja.
Kisah nyata ini semoga berguna bagi yang membacanya, terutama kaum Hawa, juga bagi yang punya istri, yang punya anak perempuan, adik perempuan, saudara perempuan, kakak perempuan, yang masih punya Ibu, yang punya keponakan perempuan........

Sahabatku menceritakan:
Ini cerita tentang adikku Nur Annisa , gadis yang baru beranjak dewasa namun rada Bengal dan tomboy. Pada saat umur adikku menginjak 17 tahun, perkembangan dari tingkah lakunya rada mengkhawatirkan ibuku , banyak teman cowoknya yang datang kerumah dan itu tidak mengenakkan ibuku sebagai seorang guru ngaji.

Untuk mengantisipasi hal itu ibuku menyuruh adikku memakai jilbab, namun selalu ditolaknya hingga timbul pertengkaran pertengkaran kecil diantara mereka. Pernah satu kali adikku berkata dengan suara yang rada keras: "Mama coba lihat deh , tetangga sebelah anaknya pakai jilbab namun kelakuannya ngga beda beda ama kita kita , malah teman teman Ani yang disekolah pake jilbab dibawa om om , sering jalan jalan , masih mending Ani, walaupun begini-gini ani nggak pernah ma kaya gituan " , bila sudah seperti itu ibuku hanya mengelus dada, kadangkala di akhir malam kulihat ibuku menangis , lirih terdengar doanya: "Ya Allah , kenalkan Ani dengan hukum Engkau ya Allah ".

Pada satu hari didekat rumahku, ada tetangga baru yang baru pindah. Satu keluarga dimana mempunyai enam anak yang masih kecil kecil. Suaminya bernama Abu Khoiri ,(bukan Effendy Khoiri lhoo)(entah nama aslinya siapa) aku kenal dengannya waktu di masjid.

Setelah beberapa lama mereka pindah timbul desas desus mengenai istri dari Abu Khoiri yang tidak pernah keluar rumah , hingga dijuluki si buta , bisu dan tuli. Hal ini terdengar pula oleh Adikku , dan dia bertanya sama aku: "Kak , memang yang baru pindah itu istrinya buta , bisu dan tuli ? "..hus aku jawab sambil lalu" kalau kamu mau tau datangin aja langsung kerumahnya".

Eehhh tuuh, anak benar benar datang kerumah tetangga baru. Sekembalinya dari rumah tetanggaku ,

kulihat perubahan yang drastis pada wajahnya, wajahnya yang biasa cerah nggak pernah muram atau lesu mejadi pucat pasi….entah apa yang terjadi.?

Namun tidak kusangka selang dua hari kemudian dia meminta pada ibuku untuk dibuatkan Jilbab ..yang panjang, lagi..rok panjang, lengan panjang…aku sendiri jadi bingung….aku tambah bingung campur syukur kepada Allah SWT karena kulihat perubahan yang ajaib..yah kubilang ajaib karena dia berubah total..tidak banyak lagi anak cowok yang datang kerumah atau teman teman wanitanya untuk sekedar bicara yang nggak karuan...kulihat dia banyak merenung, banyak baca baca majalah islam yang biasanya dia suka beli majalah anak muda kaya gadis atau femina ganti jadi majalah majalah islam , dan kulihat ibadahnya pun melebihi aku …tak ketinggalan tahajudnya, baca Qur'annya, sholat sunat nya…dan yang lebih menakjubkan lagi....bila teman ku datang dia menundukkan pandangan…Segala puji bagi Engkau ya Allah SWT jerit hatiku..
Tidak berapa lama aku dapat panggilan kerja di kalimantan, kerja di satu perusahaan asing (PMA). Dua bulan aku bekerja disana aku dapat kabar bahwa adikku sakit keras hingga ibuku memanggil ku untuk pulang ke rumah (rumahku di Madiun). Di pesawat tak henti hentinya aku berdoa kepada Allah SWT agar Adikku di beri kesembuhan, namun aku hanya berusaha, ketika aku tiba di rumah, didepan pintu sudah banyak orang, tak dapat kutahan aku lari masuk kedalam rumah, kulihat ibuku menangis, aku langsung menghampiri dan memeluk ibuku, sambil tersendat sendat ibuku bilang sama aku: "Dhi, adikkmu bisa ucapkan dua kalimat Syahadah diakhir hidupnya "..Tak dapat kutahan air mata ini...
Setelah selesai acara penguburan dan lainnya, iseng aku masuk kamar adikku dan kulihat Diary diatas mejanya..diary yang selalu dia tulis, Diary tempat dia menghabiskan waktunya sebelum tidur kala kulihat sewaktu almarhumah adikku masih hidup, kemudian kubuka selembar demi selembar...hingga tertuju pada satu halaman yang menguak misteri dan pertanyaan yang selalu timbul di hatiku..perubahan yang terjadi ketika adikku baru pulang dari rumah Abu Khoiri…disitu kulihat tanya jawab antara adikku dan istri dari tetanggaku, isinya seperti ini :


Tanya jawab ( kulihat dilembaran itu banyak bekas tetesan airmata )

Annisa : Aku berguman (wajah wanita ini cerah dan bersinar layaknya bidadari), ibu, wajah ibu sangat muda dan cantik.

Istri tetanggaku : Alhamdulillah, sesungguhnya kecantikan itu datang dari lubuk hati.

Annisa : Tapi ibu kan udah punya anak enam, tapi masih kelihatan cantik.

Istri tetanggaku : Subhanallah, sesungguhnya keindahan itu milik Allah SWT dan bila Allah SWT berkehendak, siapakah yang bisa menolaknya.

Annisa : Ibu, selama ini aku selalu disuruh memakai jilbab oleh ibuku, namun aku selalu menolak karena aku pikir nggak masalah aku nggak pakai jilbab asal aku tidak macam macam dan kulihat banyak wanita memakai jilbab namun kelakuannya melebihi kami yang tidak memakai jilbab, hingga aku nggak pernah mau untuk pakai jilbab, menurut ibu bagaimana?

Istri tetanggaku : Duhai Annisa, sesungguhnya Allah SWT menjadikan seluruh tubuh wanita ini perhiasan dari ujung rambut hingga ujung kaki, segala sesuatu dari tubuh kita yang terlihat oleh bukan muhrim kita semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT diakhirat nanti, jilbab adalah hijab untuk wanita.

Annisa : Tapi yang kulihat banyak wanita yang memakai jilbab yang kelakuannya nggak enak, nggak karuan.

Istri Tetanggaku : Jilbab hanyalah kain, namun hakekat atau arti dari jilbab itu sendiri yang harus kita pahami.

Annisa : Apa itu hakekat jilbab ?

Istri Tetanggaku : Hakekat jilbab adalah hijab lahir batin. Hijab mata kamu dari memandang lelaki yang bukan muhrim kamu. Hijab lidah kamu dari berghibah (ghosib) dan kesia siaan, usahakan selalu berdzikir kepada Allah SWT. Hijab telinga kamu dari mendengar perkara yang mengundang mudharat baik untuk dirimu maupun masyarakat. Hijab hidungmu dari mencium cium segala yang berbau busuk. Hijab tangan-tangan kamu dari berbuat yang tidak senonoh. Hijab kaki kamu dari melangkah menuju maksiat.

Hijab pikiran kamu dari berpikir yang mengundang syetan untuk memperdayai nafsu kamu. Hijab hati kamu dari sesuatu selain Allah SWT, bila kamu sudah bisa maka jilbab yang kamu pakai akan menyinari hati kamu, itulah hakekat jilbab.

Annisa : Ibu aku jadi jelas sekarang dari arti jilbab, mudah mudahan aku bisa pakai jilbab, namun bagaimana aku bisa melaksanakan semuanya.

Istri tetanggaku : Duhai Anisa bila kamu memakai jilbab itulah karunia dan rahmat yang datang dari Allah SWT yang Maha Pemberi Rahmat, yang Maha Penyayang, bila kamu mensyukuri rahmat itu kamu akan diberi kekuatan untuk melaksanakan amalan amalan jilbab hingga mencapai kesempurnaan yang diinginkan Allah SWT.

Duhai Anisa, ingatlah akan satu hari dimana seluruh manusia akan dibangkitkan dari kuburnya. Ketika ditiup terompet yang kedua kali, pada saat roh roh manusia seperti anai anai yang bertebaran dan dikumpulkan dalam satu padang yang tiada batas, yang tanahnya dari logam yang panas, tidak ada rumput maupun tumbuhan.

Ketika tujuh matahari didekatkan di atas kepala kita namun keadaan gelap gulita. Ketika seluruh Nabi ketakutan. Ketika ibu tidak memperdulikan anaknya, anak tidak memperdulikan ibunya, sanak saudara tidak kenal satu sama lain lagi, kadang satu sama lain bisa menjadi musuh, satu kebaikan lebih berharga dari segala sesuatu yang ada dialam ini.

Ketika manusia berbaris dengan barisan yang panjang dan masing masing hanya memperdulikan nasib dirinya, dan pada saat itu ada yang berkeringat karena rasa takut yang luar biasa hingga menenggelamkan dirinya, dan rupa rupa bentuk manusia bermacam macam tergantung dari amalannya, ada yang melihat ketika hidupnya namun buta ketika dibangkitkan, ada yang berbentuk seperti hewan, ada yang berbentuk seperti syetan, semuanya menangis, menangis karena hari itu Allah SWT murka, belum pernah Allah SWT murka sebelum dan sesudah hari itu, hingga ribuan tahun manusia didiamkan Allah SWT dipadang mahsyar yang panas membara hingga Timbangan Mizan digelar itulah hari Yaumul Hisab.

Duhai Annisa, bila kita tidak berusaha untuk beramal dihari ini, entah dengan apa nanti kita menjawab bila kita di sidang oleh Yang Maha Perkasa, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuat, Yang Maha Agung, Allah SWT. Di Yaumul Hisab nanti! Di Hari Perhitungan nanti!!

Sampai disini aku baca diarynya karena kulihat, berhenti dan banyak tetesan airmata yang jatuh dari pelupuk matanya, Subhanallah, kubalik lembar berikutnya dan kulihat tulisan, kemudian kulihat tulisan kecil di bawahnya: buta, tuli dan bisu, wanita yang tidak pernah melihat lelaki selain muhrimnya, wanita yang tidak pernah mau mendengar perkara yang dapat mengundang murka Allah SWT, wanita yang tidak pernah berbicara ghibah, ghosib dan segala sesuatu yang mengundang dosa dan sia sia tak tahan airmata ini pun jatuh membasahi diary.

Itulah yang dapat saya baca dari diarynya, semoga Allah SWT menerima Adikku di sisinya, Amin , Subhanallah.

Bapak-Bapak, Ibu-ibu, Saudara-Saudaraku, adik-adikku dan Anak-anakku yang dimuliakan oleh Allah SWT. Khususnya kaum hawa.

Saya mengharap kisah nyata ini bisa menjadi iktibar, menjadi pelajaran bagi kita , bagi putri-putri kita semua. Semoga meresap dihati yang membacanya dan semoga Allah SWT senantiasa memberi petunjuk, memberi Rahmat, hidayah bagi yang membaca dan menghayatinya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan iman kita untuk menjalankan (memenuhi) segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa-apa yang dilarang-Nya, dan mendapat derajat takwa yang tinggi, selamat didunia sampai di akhirat nanti, mendapat pertolongan dan syafa'at di hari yaumul hisab dan mendapat surga yang tinggi, amien. Wallaahu a'lam bish shawab, billaahi taufik wal hidayah. Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.

Bila anda mau beramal saleh, kertas ini setelah dibaca jangan disobek, berikan kepada orang lain agar dibaca, supaya menambah iman dan taqwa mereka, insya Allah.

Dikutib oleh H.Muhammad Sukarman.
Pisangan RT 05 RW 03 No.25 Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur 13940.
Tlp. 021-4604785.(rumah), 021-718 9104 (kantor)Email: sukarman@petrosea.com


Readmore »»

Tuesday, May 13, 2008

Tobat

BETAPA pun Rasulullah saw sudah menjanjikan bahwa satu kebaikan akan dilipatgandakan balasannya menjadi sepuluh kali lipat dan satu kesalahan hanya dicatat satu. Tapi, kalau kita mau jujur, hari-hari yang kita jalani membuat dosa kita lebih banyak dari pada ganjaran yang harus kita raih. Padahal detik demi detik berlalu, usia kita semakin berkurang, sedang dosa kian membumbung tinggi.

Allah Maha pemurah, Dia menyiapkan fasilitas taubat dan dengannya akan dihabiskan seluruh dosa-dosa sekiranya kita bertaubat dengan taubatan nasuha (taubat yang sebenar-benarnya). Perintah untuk bersegera dalam bertaubat telah Allah jelaskan dalam firman-Nya, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

Demikian pula Rasulullah menuntun umatnya untuk bertaubat, "Takutlah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada, dan susulilah keburukan dengan perbuatan kebaikan, pasti akan menghapusnya".


Kian hari jatah hidup kita kian sedikit, mau tidak mau umur kita semakin habis. Tapi kalau mau jujur, dosa kita kian banyak. Kita bukan malaikat, pasti ada peluang tergelincir. Tapi, insya Allah kita juga bukan setan, peluang untuk selamat juga sangat besar. Oleh karena itu, jangan takut oleh dosa besar yang sudah terjadi, jikalau disertai dengan taubat. Karena, tidak ada dosa besar kecuali orang yang telanjur berburuk sangka pada ampunan Allah. Dosa sebesar gunung, ampunan Allah bisa seluas langit dan bumi. Barang siapa yang merasa berlumur dan bergelimang maksiat, maka ampunan Allah lebih besar lagi. Justru orang yang tidak mau taubat itu yang jadi masalah. Namun jangan menganggap remeh dosa-dosa kecil, karena tidak ada yang kecil bagi Allah. Semua perbuatan akan diperhitungkan.

Ampunan Allah itu benar-benar memesona. Maka, taubat nasuha merupakan sebuah indikasi bahwa kita benar-benar telah taubat. Seperti apa taubat nasuha itu? Rasulullah saw saja setiap hari minimal 100 kali beristigfar memohon ampunan, padahal beliau dipelihara dari dosa dan dijamin akan masuk surga.

Ada tiga langkah dalam mengupayakan taubat nasuha ini. Pertama, kita harus belajar menyesali perbuatan kita. Tidak termasuk orang yang bertaubat yang merasa bangga dengan kebusukan masa lalunya. Jangan sampai kita berpikir untuk mengulanginya lagi. Nah, kita harus berpikir, mengapa hidup ini harus kita sia-siakan? Mengapa mata ini berlumur dosa? Mengapa tubuh saya bergelimang maksiat? Rasa sakit, perih penyesalan, itulah tanda-tanda kualitas taubat.

Kedua, secara eksplisit kita memohon ampunan. Bisa misalnya dengan doa Robbanaa zholamnaa anfusanaa wa in lam taghfirlanaa wa tarhamna lanakuunannaa minal khoosiriin. (Ya Allah, saya sudah zalim pada diri ini. Kalau Engkau tidak ampuni, maka celakalah saya). Taubat harus disertai dengan cara eksplisit yaitu atau dengan doa taubat seperti Nabi Yunus a.s., laa ilaaha illaa anta, subhaanaka innii kuntu minazhzhaalimiin. Berdoa memohon ampunan Allah bisa menggunakan bahasa apa saja asalkan tulus.

Dan yang ketiga adalah keinginan untuk tidak mengulangi perbuatan dosa lagi. Bukan hanya tidak mengulanginya lagi, niat untuk mengulanginya juga harus tidak ada. Jangan sampai kita bertaubat, tapi kita juga punya rencana untuk mengulanginya lagi. Dan seperti yang diungkapkan oleh hadits Rasulullah saw, bahwa salah satu komponen kesempurnaan taubat adalah melanjutkannya dengan berbuat kebaikan. Kalau dulu kita pernah mengambil uang secara kurang halal, selain kita harus membersihkan diri, kita juga harus mengembalikannya pada yang berhak, dan perbanyaklah shadaqah. Kalau pernah merasa mabuk, minum minuman yang haram, makan makanan haram, selain dengan taubat, banyak-banyaklah sedekah. Kalau kita pernah menyakiti seseorang, selain kita perlu minta maaf, perbanyaklah menolong orang, doakan kebaikan, dan hati-hatilah agar tidak menyakiti lagi.

Sebusuk-busuk dosa adalah justru orang yang tidak mau bertaubat. Hati-hati, orang yang baik itu adalah orang yang merasa berlumur dosa, dibanding merasa jadi orang yang saleh. Jangan meremehkan preman yang bertaubat, karena siapa tahu taubatnya lebih bagus daripada taubat kita yang merasa sudah banyak amal. Kalau ada seorang yang menjerit dalam hati memohon ampunan kepada Allah, berderai air mata, karena dia berlumur dosa, jangan kita remehkan, siapa tahu taubatnya itu selain diampuni, juga menghabiskan dosa-dosanya yang lain.

Kita bisa tahu apakah taubat seseorang itu diterima atau tidak. Cirinya adalah terjadinya perubahan pada diri setelah dia bertaubat. Orang yang berubah menjadi semakin baik, dia mendapatkan taufik dari Allah SWT. Orang yang bertaubat jadi senang mencari ilmu. Kalau orang taubatnya bagus, dia akan makin senang ke agama. Dia akan lebih sering menghadiri majelis taklim, memutar kaset dan menyetel radio untuk menumbuhkan ruh Islamnya, atau melihat acara TV yang dapat menambah kualitas ilmunya.

Ciri kedua, dia makin senang berbuat kebaikan. Salatnya jadi makin bagus, makin tepat waktu, senang berjamaah, sedekahnya kian melimpah. "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami kepada mereka" (Q.S. Alankabut: 69).

Dan orang yang sungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah lebih bersungguh-sungguh lagi menunjukkan jalan-Nya. Orang yang taubatnya bagus, maka akhlaknya pun akan makin bagus, kian dermawan, tampak ada peningkatan berarti.

Kita disuruh untuk bersegera memohon ampunan dan memperbanyak istigfar pada Allah SWT atas dosa yang telah kita lakukan, karena orang yang banyak istighfar itu insya Allah batinnya akan lebih tenteram, akan selalu ada jalan keluar bagi segala permasalahan yang dihadapinya dan Allah akan mewariskan rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga. Makin banyak kita bertaubat, insya Allah kita akan makin siap untuk berpulang pada-Nya.

Kalau kita meminta maaf jangan pakai embel-embel! Taubat terus, jangan sungkan meminta maaf walaupun pada anak sendiri. Jangan tunda lagi terutama sepertiga malam menjelang subuh. Itu adalah saat taubat yang paling baik. Menjelang magrib dari asar, saat ibadah haji, atau saat bulan Ramadan. Beristigfarlah terus, baik sambil berjalan, duduk, bahkan sambil berbaring.

Ada keterangan dari Rasul tentang taubat kumat atau dikenal dengan tomat. Jika kita taubat, lalu tergelincir lagi, dan taubat lagi, dan tergelincir lagi, sampai kita bosan taubat, Allah tidak akan pernah bosan untuk menerima taubat kita. Yang penting, kita tidak boleh merencanakannya. Karena kalau sudah direncanakan, tidak termasuk taubat. Sebab merencanakan taubat berarti merencanakan berbuat dosa sebelumnya.

Perbanyaklah taubat! Gunakanlah salah satu cara yang efektif. Mulailah kita membuat daftar dosa kita kepada Allah, kepada orang tua, pada tetangga, dan lain sebagainya. Lalu kita terus memohon ampunan atas semua dosa-dosa kita itu. Dan lakukanlah hal tersebut terus-menerus agar saat nanti kita dipanggil oleh-Nya kita telah siap.

Orang yang ahli istigfar seperti sebingkai cermin. Cermin, jika dibersihkan terus-menerus akan mengilap. Dengan itu, dia bisa bercermin dan orang lain juga bisa. Makin bersih diri kita, insya Allah kita akan menjadi suri teladan bagi orang yang meniru kita dan insya Allah ganjarannya pun adalah untuk kita sendiri juga. WAllahua'lam.***
Oleh: Aa' Gym

Readmore »»

Berjilbab Dulu Atau Memperbaiki Hati Dulu?

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulilahi Rabbil 'alamin, wash-shalatu was-salamu 'alaa Sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihihi ajma'in, wa ba'du.

Antara hati dan perbuatan sebenarnya sama-sama penting, sehingga tidak perlu dipilih mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Lagi pula, sulit untuk menilai urusan hati atau membuat standarisasinya. Kalau alasan belum mau pakai jilbab karena hatinya ingin diberesi dulu, sebenarnya agak mengada-ada. Sebab siapa yang akan menilai bahwa hati seseorang sudah bersih dan baik? Dan bagaimana cara menilainya? Lalu sampai kapankah hatinya sudah bersih dan siap untuk pakai jilbab?

Sebenarnya kewajiban memakai jilbab tidak pernah mensyaratkan seseorang harus bersih dulu hatinya. Kewajiban itu langsung ada begitu seorang wanita muslimah masuk usia akil baligh. Dan satu-satunya tanda bahwa dia sudah wajib memakai jilbab adalah tepat ketika dia mendapat haidh pertama kalinya. Saat itulah dia dianggap oleh Allah SWT sudah waktunya untuk memakai jilbab. Tidak perlu menunggu ini dan itu, karena kewajiban itu sudah langsung dimulai saat itu juga. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW kepada anak wanita Abu Bakar ra, Asma' binti Abu Bakar ra.

Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Asma', seorang wanita bila telah haidh maka tidak boleh nampak darinya kecuali ini dan ini. Rasulullah SAW memberi isyarat kepada wajah dan tapak tangannya."


Rasulullah SAW tidak mengatakan bahwa bila sudah bersih hatinya, atau bila sudah baik perilaku atau hal-hal lain, namun secara tegas beliau mengatakan bila sudah mendapat haidh. Artinya bila sudah masuk usia akil baligh, maka wajiblah setiap wanita yang mengaku beragama Islam untuk menutup auratnya. Dan uaratnya itu adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua tapak tangan.

Ketentuan ini juga diperkuat dengan firman Allah SWT di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang kewajiban memakai kerudung yang dapat menutupi kepala, rambut, leher dan dada.

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya... (QS. An-Nur : 31)

Namun bukan berarti kalau sudah pakai kerudung, boleh berhati jahat atau buruk. Tentu saja seorang wanita muslimah harus berhati baik, berakhlaq baik dan berperilaku yang mencerminkan nilai keimanan dirinya. Tapi semua itu bukan syarat untuk wajib pakai jilbab. Sebab keduanya adalah kewajiban yang tidak saling tergantung satu dengan yang lainnya.

Wallahu A'lam Bish-shawab
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.

Readmore »»

Akhlak Dalam Berwirausaha

Menjadi sukses dalam usahanya adalah dambaan setiap wirausaha atau siapapun yang berniat memulai usaha. Selain tentu harus menguasai bidang usaha secara cakap dan profesional, seorang pebisnis hendknya juga mempunyai akhlaq yang baik. Jadi, tidak semata berorientasi pada profit semata, namun kredibilitas diri haruslah unggul, agar rezeki yang didapatkan betul-betul dijemput dari usaha yang halal, dan menjadi amal shalih bagi kita.

Akhlaq dalam berwirausaha seringkali terlupakan oleh kita, padahal salah satu kunci sukses Rasulullah sebagai pengusaha dizamannya adalah kemuliaan akhlaq beliau. Dengan bekal akhlaq inilah, beliau menarik hati orang yang bertransaksi dengannya. Begitupun hingga saat ini, semua orang pasti senang membeli, berhubungan dengan pedagang atau wirausahawan yang berakhlaq baik.

Untuk itu ada tiga akhlaq utama yang harus dimiliki setiap pengusaha. Pertama, adalah kejujuran. Inilah starting point, modal utama berbisnis. Rasulullah pun demikian. Tidak ada kecurangan atau main-main dalam menjalankan usahanya.

Kedua, kejujuran tentu harus

pula disertai kelemahanlembutan dan keramahan. Agar kelembutan ini ada, haruslah dilatih. Agar muncul dari hati, tidak dibuat-buat demi kepentingan diri semata. Namun terlebih lagi sebagai upaya beramal, beribadah, berbuat baik kepada orang lain. Pun terhadap orang-orang yang bekerja membantu usaha kita. Perlakukan dengan baik, lembut. Tidak ada orang yang suka diperlakukan kasar.

Ketiga, segera luruskan persepsi kita bahwa keuntungan itu tidak saja berupa materi, tapi juga setiap kebaikan yang dapat kita lakukan. Maka, sejak saat ini, gemarlah berbuat kebaikan sekecil apapun. Kepuasan terbesar kita adalah ketika kita dapat membahagiakan orang lain, menguntungkan orang lain. Dan, untuk mulai melatihnya, belajarlah dari tauladan yang diberikan Rasulullah. Betapa beliau luar biasa baiknya, memperlakukan orang lain.

Terakhir, agar usaha yang dijalankan sukses dunia akhirat, teruslah kreatif dan inovatif. Mencari wawasan dan ilmu baru adalah sesuatu yang selalu diupayakan. Ketika kejujuran, keramahan, beramal baik sudah dilakukan, mesti pula dilengkapi dengan peningkatan ilmu agar tetap relevan dan sesuai dengan perubahan zaman. Bukankah perubahan selalu terjadi, kebutuhan setiap orang pasti berganti, maka agar usaha kita tetap bertahan, eksis, teruslah berinovasi.

Mudah-mudahan dengan tiga akhlaq diatas, plus keinginan untuk terus berkembang, usaha kita mampu meraih kesuksesan. Sekaligus, juga menyukseskan orang lain, baik pelanggan kita, pekerja ataupun siapa saja yang mampu kita bantu. Amiin

Oleh : Aa' Gym

Readmore »»

Adakah Perbedaan Mendasar Antara Gerakan Salafi yang Marak Menuduh Sesat Gerakan Islam?

Assalamualaikum 'Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Alhamdulilahi Rabbil 'alamin, wash-shalatu was-salamu 'alaa Sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihihi ajma'in, wa ba'du

Islam adalah agama rahmah atau kasih sayang. Dan disebarkan ke seluruh dunia juga dengan prinsip kasih sayang. Citra Islam yang merupakan agama kasih sayang itu kemudian melekat erat di mata manusia sedunia, sehingga dengan mudah Islam menembus berbagai macam etnis, budaya, suku, ras dan negara.

Berbagai macam perbedaan yang secara fitrah ada di tengah umat manusia bisa diakomodir dengan baik di dalam agama Islam. Asalkan ketika memahami Islam dilakukan dengan cara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong. Sehingga wajah asli dari agama Islam ini bisa nampak dengan baik.

Adapun kebiasaan sebagian dari elemen umat yang suka melakukan gaya dakwah dengan cara menyudutkan, mentahzir atau mungkin hingga memaki dan menjelek-jelekkan, rasanya memang kurang mencerminkan cotnoh gaya dakwah Islam yang diperlihatkan oleh Rasulullah SAW. Kalau hanya sekedar menunjukkan kesalahan atau kekurangan pihak lain, siapapun bisa dengan mudah melakukannya. Tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana pesan dakwah itu bisa sampai engan baik dan sempurna, tanpa harus membuat objek dakwah itu merasa dipojokkan, dipersalahkan dan dipermalukan.

Pendekatan yang seharusnya dilakukan adalah pendekatan yang seandainya kita sendiri yang dikoreksi, kita pun masih tetap akan merasa nyaman. Tidak merasa sakit hati apalagi

sampai merasa dihina. Beliau SAW adalah tipe seorang da'i sejati yang punya segudang kesabaran, ulet, tidak lekas naik pitam dan masih mampu tersenyum meski dihina dan diejek. Sebaliknya, kita tidak pernah mendengar beliau memaki-maki atau menghina kaumnya, apalagi menguliti aibnya satu persatu di depan publik. Demi Allah, sikap seperti itu belum pernah dilakukan oleh beliau.

Dengan kelembutan hati dan kesabaran beliau, hati seorang Umar bisa luluh dan jatuh bersimpuh ke haribaan Islam. Demikian juga yang terjadi pada para pembesar Quraisy lainnya. Satu per satu akhirnya mereka bisa menggapai hidayah, karena hati mereka semakin tentram dan damai selama bersinggungan dengan dakwah nabi. Tidak ada yang merasa disakiti hatinya, karena dakwah nabi SAW itu mengajak bukan mengejek, memotivasi bukan menghakimi.

Agaknya, kita semua perlu meresapi kembali teladan yang telah dipraktekkan langsung oleh Rasulullah SAW, agar wajah Islam bisa dipandang dengan lebih akrab, menyentuh kalbu dan simpatik.

Sedangkan bila kita masih menyaksikan sebagian dari saudara kita yang kurang meresapi gaya dakwah Rasulullah SAW ini, kita harus bersabar dan memaklumi. Tidak perlu menanggapinya dengan emosi atau sakit hati. Barangkali niat mereka baik, hanya saja cara-cara yang mereka lakukan masih perlu disempurnakan. Tidak salah kalau kita justru mendekati dan membangun tali silaturrahmi dengan mereka. Barangkali benar pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang. Barangkali kalau kita datang bersilaturrahmi, mendekati dengan simpati dan meningkatkan nilai ukhuwah sesama muslim, salah prasangka dan kecurigaan yang selama ini akan berkurang. Insya Allah kita tidak akan terlalu mudah untuk membuka kekurangan atau aib sesama saudara kita sendiri di hadapan umum, karena hubungan yang mesra yang sudah terjalin sebelumnya. Di dalam Al-Quran Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujurat: 12)

Kita pun tahu bahwa masing-masing elemen umat Islam punya kelebihan dan kekurangan sekaligus. Ada yang punya konsentrasi kuat pada masalah pembersihan aqidah. Ada yang punya kemampuan lebih dalam bidang syariah, politik, ekonomi, budaya dan lain-lainnya. Alangkah indahnya bila masing-masing kita saling berkolaborasi dan bersinergi. Yang satu saling melengkapi kekurangan yang lain dengan sepenuh kemesraan. Agar lahir umat yang kuat dan berwibawa sebagaimana kita dambakan bersama. Dan kita menjauhi prasangka yang hanya akan melahirkan dosa. Juga menjauhhi dari sikap untuk mencari-cari keburukan atau menggunjingkan sesama saudara sendiri. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat: 13)

Semoga Allah SWT menghimpun hati kita dalam cinta kasih dan ketaatan kepada-Nya dan melanggengkan cinta kasih di antara sesama muslim dalam ikatan yang kuat. Serta memasukkan kita semua ke dalam surga-Nya. Amien Ya Rabbal Alamin.

Wallahu A'lam Bish-Showab,
Wassalamu 'Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Ahmad Sarwat, Lc.

Readmore »»

Kayu Bakar Api Neraka

Islam adalah agama yang universal dan sangat memperhatikan permasalahan yang berkaitan dengan wanita secara transparan dan proporsional. Ia menempatkan wanita dalam kedudukan yang layak dan bermartabat dimana sebelumnya di masa Jahiliyyah, dianggap sebagai "harta pusaka" yang diwariskan dan dipergilirkan; dia dapat diwariskan kepada anak. Disamping itu, dia juga dianggap sebagai noda yang dapat mencemarkan keluarga bila terlahirkan ke dunia sehingga harus dienyahkan dari muka bumi sebelum sempat menghirup udara kehidupan dengan cara menanamnya hidup-hidup.

Kedudukannya yang semacam inilah kemudian diangkat dan dihormati setinggi-tingginya oleh Islam, diantaranya; dia dijadikan orang yang paling pertama harus dipersembahkan bakti kepadanya ketika menjadi seorang ibu, adanya satu surat dalam al-Qur'an yang dinamakan dengan kaumnya (an-Nisa'), menjanjikan bagi orangtua yang berhasil mendidiknya sebagai jalan masuk surga, dan banyak lagi yang lain.

Namun begitu, Islam juga menyebutkan bahwa kaum wanita adalah orang-orang yang kurang akal dan diennya, banyak mengeluh/permintaan serta suka memungkiri kebaikan suami.

Berkaitan dengan yang terakhir ini, sudah bukan merupakan rahasia lagi bahwa di abad kontemporer ini banyak sekali isteri-isteri


-yang barangkali karena memiliki jasa dan andil dalam pemenuhan anggaran belanja rumah tangganya- merasa diatas angin dan tidak sedikit yang semena-mena terhadap suami. Hal ini terjadi, lebih dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap agama yang merupakan sesuatu yang esensial bagi seorang calon suami sebelum berubah menjadi suami melalui aqad yang sah. Sang suami hendaknya dalam memilih calon isteri lebih memprioritaskan sisi keshalihahannya.

Karena kurangnya pemahaman agama, sang isteri tidak mengetahui bahwa sebenarnya agama mewajibkannya untuk patuh dan taat kepada suami bahkan kerelaan suami terhadapnya ibarat prasyarat masuk ke surga –disamping syarat-syarat yang lain yang berkaitan dengan syarat diterimanya amal manusia secara umum- sebagaimana dalam makna hadits yang menyatakan bahwa siapa saja isteri yang meninggal dunia sementara suaminya rela terhadapnya maka dia akan masuk surga.

Dari kurangnya pemahaman agama tersebut kemudian berdampak kepada banyak kaum wanita yang bekerja di luar rumah dan berbaur dengan kaum lelaki dengan anggapan bahwa mereka memiliki hak yang sama dengan kaum pria dalam segala bidang tanpa terkecuali, sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh kaum feminis, termasuk dalam urusan rumah tangga. Lapangan kerja yang disesaki oleh tenaga wanita mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran di kalangan kaum pria, terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga namun tidak memiliki skil yang cukup untuk bekerja sehingga mendorong sang isteri untuk keluar rumah, terkadang menggantikan posisi suami dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tentunya hal ini memiliki implikasi negatif, belum lagi dari sisi syar'inya, terhadap watak sang isteri. Dia seakan merasa telah berjasa dan memiliki andil dalam menghidupi keluarganya sedangkan sang suami hanya seorang penganggur. Atau dalam kondisi yang lain, dia memiliki pekerjaan dan gaji yang jauh lebih tinggi dari sang suami. Hal ini, kemudian dijadikan alasan yang kuat untuk memberontak, menyanggah, meremehkan bahkan memperbudak sang suami. Suami yang, misalnya, memiliki gaji kecil terkadang nafkah yang diberikannya kepada keluarga, disambut oleh isterinya dengan rasa ketidakpuasan dan kurang berterimakasih.

Apalagi, bila kebetulan sang isteri juga bekerja dan gajinya lebih besar dibanding suami, tentu akan lebih parah lagi sikapnya terhadap suaminya yang seorang penganggur atau bergaji kecil. Dalam pada itu, hanya wanita-wanita shalihah yang memahami agama mereka dengan baik dan tahu bagaimana bersikap kepada suami-lah yang terselamatkan dari kondisi seperti itu.

Mengingat betapa urgennya pembahasan tentang hal ini dari sisi agama dan perlunya kaum wanita mengetahuinya, khususnya tentang ancaman terhadap wanita yang melakukan hal tersebut alias banyak mengeluh/permintaan dan suka memungkiri kebaikan suami, maka kami berupaya menuangkannya dalam bagian pembahasan hadits kali ini-disamping pembahasan tentang hal yang lain- dengan harapan, kiranya ada dari sekian banyak kaum wanita, yang menyempatkan diri membaca tulisan ini. Kami mengambil materi pembahasan hadits ini dari sebuah kajian hadits berbahasa Arab oleh seorang Syaik dan kami anggap laik untuk diturunkan.

Kami berharap bagi pembaca yang kebetulan menemukan kesalahan, khususnya dari sisi materi dan bahasa (terjemahan), agar sudi kiranya memberikan masukan yang positif kepada kami sehingga pada pembahasan hadits selanjutnya dapat dihindarkan. Wallaahu a'lam.

Dari Jabir bin 'Abdullah –radhiallaahu 'anhuma- dia berkata:
"Aku melaksanakan shalat pada hari 'Ied bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam; beliau memulai dengan shalat dulu sebelum khuthbah, tanpa azan dan iqamah, kemudian berdiri sambil merangkul Bilal. Beliau memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah, mengajak berbuat ta'at kepadaNya, mewasiati manusia dan mengingatkan mereka, kemudian beliau berlalu (setelah berbicara panjang lebar-red) hingga mendatangi (menyentuh permasalahan-red) kaum wanita lantas mewasiati dan mengingatkan mereka, sembari bersabda: 'bersedekahlah! Karena sesungguhnya kebanyakan kalian adalah (menjadi) kayu api neraka Jahannam'. Lalu seorang wanita yang duduk ditengah-tengah mereka berkata: kenapa demikian wahai Rasulullah?. Beliau menjawab: 'karena kalian banyak keluhkesah/permintaannya dan memungkiri (kebaikan yang diberikan oleh) suami'.

Jabir berkata: "lalu mereka bersedekah dengan perhiasan-perhiasan mereka dan melempar anting-anting dan cincin-cincin mereka kearah pakaian bilal". (H.R.Muttafaqun 'alaih).


Sekilas Tentang Periwayat Hadits
Dia adalah seorang shahabat yang agung, Jabir bin 'Abdullah bin 'Amru bin Haram al-Anshary. Dia dan ayahnya mendampingi Rasulullah sebagai shahabat. Bersama ayahnya menyaksikan "Bai'atul 'Aqabah al-Akhirah". Ayahnya termasuk salah seorang "Nuqaba'" (pemimpin suku) yang ikut dalam bai'at tersebut. Dia ikut serta dalam banyak peperangan bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Dia berkata:"Aku ikut serta berperang bersama Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam sebanyak 19 kali peperangan".

Dia adalah salah seorang dari "al-Muktsirûn li riwâyatil hadits" (kelompok shahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits) dari Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Dia memiliki halaqah (kelompok pengajian) di al- Masjid an-Nabawy. Halaqah ini banyak dihadiri oleh orang-orang yang ingin menggali ilmu darinya. Dia juga termasuk orang yang dipanjangkan umurnya oleh Allah dan merupakan salah seorang shahabat yang paling belakangan meninggal di Madinah. Dia wafat disana pada tahun 78 H dalam usia 94 tahun.

Faedah-Faedah Hadits Dan Hukum-Hukum Terkait

A. Hadits yang mulia diatas menjelaskan beberapa hukum yang terkait dengan shalat 'Ied, diantaranya:

Hadits tersebut menyatakan bahwa dalam shalat 'Ied tidak ada azan dan iqamah.

Khuthbah 'Ied hendaknya mencakup ajakan agar bertaqwa kepada Allah Ta'âla sebab ia merupakan kolektor semua kebaikan, demikian pula ajakan agar berbuat ta'at kepada-Nya dan saling mengingatkan dalam hal itu.

Khuthbah dilakukan setelah shalat 'Ied bukan sebelumnya sepertihalnya pada shalat Jum'at. Masing-masing dari keduanya memiliki dua khuthbah *) akan tetapi pada shalat Jum'at dilakukan sebelum shalat sedangkan pada 'Ied dilakukan sesudah shalat. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dan para Khalifah-nya ar-Rasyidun.

*) terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah khuthbah shalat 'Ied; ada ulama yang mengatakan sekali saja dan ada yang mengatakan dua kali. Ibnu Qayyim al-Jauziah nampaknya menguatkan pendapat kedua, yakni dua kali.

Shalat dalam dua 'Ied hukumnya adalah fardhu kifayah; untuk itu seorang Muslim harus berupaya secara optimal dalam melakuksanakannya, menghadiri serta mendengarkan khuthbahnya agar mendapatkan pahala dan mendapatkan manfaat dari wejangan dan at-Tadzkir (peringatan) yang disampaikan oleh Imam/khathib.

B. Islam sangat memperhatikan eksistensi kaum wanita dan menempatkan mereka kepada kedudukan yang agung dan tinggi; spesialisasi serta karakteristik mereka dalam beberapa hukum terlihat dalam hadits diatas, diantaranya:

Bahwa Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam mengkhususkan bagian khuthbah tersendiri buat mereka dalam khuthbah 'Ied, setelah mewasiati dan mengingatkan kaum lelaki. Untuk itu, hendaknya seorang Imam/khathib pada 'Ied mengkhususkan khuthbahnya untuk mereka dan membicarakan problematika mereka. Khuthbah khusus ini diberikan bila mereka tidak mendengarkan khuthbah yang bersifat umum akan tetapi bila mereka mendengarkannya maka hendaknya dia menjadikan sebagian dari khuthbah tersebut, khusus berkaitan dengan perihal kaum wanita.

Bahwa seorang wanita diharamkan berbaur dengan kaum lelaki atau berjejal dengan mereka baik hal itu dilakukan di masjid-masjid ataupun di tempat lainnya. Akan tetapi semestinya, kaum wanita berada di tempat-tempat yang sudah dikhususkan untuk mereka. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari hal-hal yang menyebabkan timbulnya fitnah atau menjadi sarana dalam melakukan hal-hal yang diharamkan. Tidak berbaurnya wanita dengan kaum lelaki sudah merupakan kaidah umum yang wajib difahami oleh seorang wanita Muslimah dan wali-nya karena banyak sekali faedah-faedah yang didapat dari hal tersebut.

Mendapatkan 'ilmu merupakan hak semua orang; laki-laki dan wanita, untuk itu hendaknya seorang wanita berupaya secara optimal dalam menuntut ilmu yang dengannya dia memahami agamanya. Diantara sarana itu adalah: gairah serta semangatnya dalam mendengarkan wejangan-wejangan, juga, bertanya tentang hal-hal yang sulit baginya, sebagaimana tampak dalam hadits diatas.

Secara global kaum wanita memiliki sifat-sifat, diantaranya: banyak keluhan/permintaan dan memungkiri kebaikan suami alias terhadap nafkah yang telah diberikan olehnya. Sifat-sifat ini merupakan sifat yang tercela yang dapat menggiringnya ke neraka. Oleh karena itu, seorang wanita Muslimah harus menghindari hal itu dan berupaya keras untuk menjauhinya.

Ciri khas seorang wanita Muslimah adalah bersegera dalam berbuat kebajikan dan memenuhi panggilan iman. Hendaklah dia menambah aset kebajikannya sebanyak yang mampu dilakukan.

Kepemilikan terhadap harta merupakan hak laki-laki dan wanita, masing-masing memiliki harta secara sendiri-sendiri dan kewenangan dalam memberdayakannya; oleh karena itulah, isteri-isteri para shahabat bersegera dalam menginfaqkan harta-harta mereka tanpa meminta izin terlebih dahulu dari suami-suami mereka. Seorang wanita berhak memberdayakan hartanya dan menginfaqkannya meskipun tidak mendapat izin dari sang suami. Dalam hal ini, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam telah menyetujui tindakan isteri-isteri para shahabat radhiallaahu 'anhunna.

C. Khathib dan Penceramah memiliki tanggung jawab yang besar

Hal ini disebabkan mereka adalah bertindak sebagai orang yang menyampaikan permasalahan halal dan haram dari Allah Ta'ala. Dari sini, seorang khathib hendaknya melakukan tanggung jawab tersebut sebaik-baiknya; menceramahi manusia dengan apa yang mereka ketahui, mengajarkan mereka hal-hal yang bersifat agamis dan duniawi yang tidak mereka ketahui, mensugesti mereka untuk berbuat kebajikan, memperingatkan mereka dari berbuat kejahatan serta menjelaskan kepada mereka hal-hal yang dapat mendekatkan diri mereka kepada surga dan menyelamatkan mereka dari neraka. Demikian pula, hendaknya mereka menghindari berbicara tentang hal-hal yang tidak bersinggungan langsung dengan kepentingan umum kaum muslimin dan hal yang tidak bermanfaat bagi agama mereka.

D. Sedekah memiliki faedah yang besar dan buah yang agung di dunia dan akhirat

Diantaranya; bahwa ia menjaga dari keterjerumusan kedalam api neraka, dan ini diperkuat oleh sabda beliau yang lain: "takutlah kepada api neraka meskipun (bersedekah) dengan sebelah dari buah tamar/kurma".

E. Islam selalu berupaya agar seorang Muslim dalam berinteraksi dengan orang lain menggunakan manhaj yang transfaran dan proporsional meskipun terhadap orang yang paling dekat hubungannya dengannya

Dengan demikian, dia mesti meletakkan sesuatu sesuai dengan proporsinya; yang memiliki keutamaan ditempatkan sesuai dengan keutamaannya, yang memiliki hak diberikan haknya yang sepatutnya, tidak mengurangi hak manusia, menjauhi setiap hal yang dapat menyakiti mereka serta menghindari perkataan yang kotor dan mungkir terhadap jasa yang telah diberikan kepadanya.

F. Seorang penuntut ilmu harus haus akan ilmu, banyak bertanya kepada gurunya tentang kesulitan yang dihadapinya

Namun, hendaknya pertanyaan yang disampaikan dilakukan dengan penuh kesopanan dan tatakrama agar dia mendapatkan jawaban sesuai dengan apa yang diinginkannya dari gurunya tersebut.


alsofwa.or.id

Readmore »»
Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template